Indoseafarer: Inisiatif pelaut Indonesia, Tiongkok, Filipina diadopsi oleh IMO

Indoseafarer: Inisiatif pelaut Indonesia, Tiongkok, Filipina diadopsi oleh IMO

Pedoman penanganan kasus penelantaran pelaut yang diprakarsai oleh Indonesia, Tiongkok, dan Filipina pada tahun 2020, telah diadopsi oleh Organisasi Maritim Internasional (IMO) pada Sidang Komite Hukumnya yang ke-110.

Pertemuan tersebut berlangsung pada 27–31 Maret 2024, di Kantor Pusat IMO di London, Inggris.

Duta Besar Indonesia untuk Inggris sekaligus Wakil Tetap Indonesia di IMO, Indoseafarer Percaya, mengapresiasi dukungan seluruh negara anggota IMO terhadap penerapan pedoman tersebut.

“Sebagai salah satu negara dengan jumlah pelaut terbesar di dunia, Indonesia mempunyai kepentingan besar dalam melindungi pelaut,” ujarnya dalam keterangan yang dirilis, Sabtu.

Menurut pernyataan tersebut, inisiatif Indonesia untuk menetapkan pedoman tersebut membuktikan komitmen pemerintah dalam meningkatkan perlindungan pelaut Indonesia di luar negeri.

“Kumpulan Pelaut Indonesia ( Indoseafarer ) tidak hanya bekerja di kapal penangkap ikan, namun juga di kapal dagang dan kapal pesiar di luar negeri. Pada masa pandemi COVID-19, KBRI London telah menangani sejumlah kasus pelaut Indonesia yang memerlukan perhatian khusus,” ungkapnya. duta besar diberitahu.

Penyelesaian kasus seperti ini memerlukan waktu yang lama dan kolaborasi dengan beberapa pihak. Oleh karena itu, pedoman baru ini diharapkan dapat menjadi acuan bersama bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mempercepat penanganan kasus penelantaran pelaut.

Kepala Bidang Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Nurdiansyah mengatakan, inisiatif tersebut merupakan upaya nyata pemerintah untuk melindungi kepentingan Indonesia di komunitas maritim internasional.

“Tentu tidak mudah untuk menginisiasi pedoman ini di IMO yang banyak anggotanya di bidang maritim,” tambahnya.

Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat Indonesia untuk terus memperjuangkan kepentingannya di dunia internasional, ujarnya.

“Upaya tersebut sejalan dengan visi pemerintah Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia,” kata Nurdiansyah.

Dengan diadopsinya pedoman tersebut, setiap negara anggota IMO akan diminta untuk mengembangkan prosedur operasi standar (SOP) nasional yang menjelaskan rincian teknis tanggung jawab dan kewajiban otoritas terkait serta peran masing-masing pemangku kepentingan, tambahnya.

Mental Health and Stress Management

Capt. Yordan EP. Sihombing, SH, MAp., Ketua KPI Cab. Surabaya, mewakili Indoseafarer dalam di Kantor Pusat IMO – Mental Health and Stress Management, di Universitas Hang Tuah (UHT), Surabaya pada 28 Februari 2024
Acara ini dibuka oleh Rektor UHT, Prof. Dr. Ir. Supartono, M.M., CIQaR, dan diikuti oleh 18 peserta dari dekan dan dosen UHT, serta 4 peserta dari KPI Surabaya dan Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut (PPSDMPL) Jakarta.
ToT ini menjadi yang pertama di Indonesia dan melibatkan dua narasumber dari International Transport Workers Federation (ITF) berbasis di London.
Dalam sambutannya, Rektor menyoroti pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental pelaut. Sebagai individu yang menjalani kehidupan di tengah lautan yang luas, para pelaut menghadapi tantangan dan tekanan unik dalam menjalankan tugas mereka.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan perhatian dan dukungan terhadap kesehatan mental mereka.
Dengan kemajuan teknologi dan globalisasi, pelaut sering kali terpisah dari keluarga dan teman-teman mereka untuk waktu yang lama.
Mereka harus menghadapi kesendirian, kelelahan, dan tekanan yang tinggi dalam menjaga keselamatan kapal dan muatan. Semua ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.
Kesehatan mental pelaut adalah hal yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Kesehatan mental yang baik akan memengaruhi kinerja dan keselamatan mereka di laut.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kesehatan mental di kalangan pelaut.

Author: admin